Sejarah

Sejarah Gd. Sate dan Hari Bakti PU

Peristiwa Heroik Karyawan Dept. PU

Setelah kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan, para pemuda pegawai Departemen Pekerjaan Umum tidak mau ketinggalan dengan pemuda-pemuda lainnya di Kota Bandung. Mereka mempersiapkan diri dalam menghadapi segala kemungkinan yang sekiranya akan dapat merintangi serta mengganggu kemerdekaan yang telah diproklamasikan. Jiwa dan semangat perjuangan yang menyala-nyala dari para patriot muda ini kemudian dihimpun dan disalurkan dalam suatu gerakan yang teratur dalam bentuk organisasi dengan nama gerakan Pemuda PU.

Gedung Sate, telah berhasil diambil alih oleh gerakan pemuda PU dari tangan Jepang. Kewajiban mereka selanjutnya pada saat itu adalah mempertahankan dan memelihara apa yang telah diambil alih itu jangan sampai direbut kembali oleh musuh. Untuk dapat menyusun pertahanan yang kompak, maka gerakan pemuda ini lalu membentuk suatu seksi pertahanan yang dipersenjatai seperti granat, beberapa pucuk bedil dan senjata api lainnya hasil rampasan dari tentara Jepang.

Pada tanggal 4 Oktober 1945, Kota Bandung dimasuki tentara Sekutu yang diikuti oleh serdadu Belanda dan NICA. Sejak saat itu suasana Kota Bandung menjadi semakin tidak aman. Gerakan pemuda pejuang harus berhadapan dengan tentara Jepang dan tentara Sekutu, Belanda dan NICA. Dengan semakin gawatnya situasi pada waktu itu, para pegawai dari Kantor Pusat Dep. PU di bawah pimpinan Menteri Muda Perhubungan dan Pekerjaan Umum. Ir Pangeran Noor pada tanggal 20 Oktober 1945 telah mengangkat Sumpah Setia Kepada Pemerintah Republik Indonesia. Gedung Departemen Pekerjaan Umum (Departement Verkeer & Waterstaat) akan dipertahankan mati-matian sampai titik darah penghabisan oleh para pemuda/pegawai Departemen PU.

Tanggal 3 Desember 1945, jam 11.00 pagi, kantor Departemen Perhubungan dan Pekerjaan Umum yang dikenal dengan Gedung Sate diserbu oleh pasukan tentara Sekutu/Belanda dengan persenjataan berat dan modern. Walaupun demikian petugas yang mempertahankan Gedung Sate ini tak mau menyerah begitu saja. Mereka mengadakan perlawanan mati-matian dengan segala kekuatan yang dimiliki. Mereka dikepung dan diserang dari segala penjuru. Pertempuran yang dahsyat itu memang tidak seimbang dan baru berakhir pada pukul 14.00 WIB. Dalam pertempuran tersebut diketahui dari 21 orang pemuda 7 diantaranya hilang. Satu orang luka-luka berat dan beberapa orang lainnya luka-luka ringan. Setelah dilakukan penelitian ternyata para pemuda yang hilang itu diketahui bernama: Didi Hardianto Kamarga, Muchtaruddin, Soehodo, Rio Soesilo, Soebengat, Ranu dan Soerjono.

Sebagai penghargaan atas jasa dari tiga orang lainnya yang kerangkanya belum ditemukan telah dibuat tanda peringatan. Tanda peringatan tersebut berwujud sebuah Batu Alam yang besar dengan tulisan nama-nama ketujuh orang pahlawan tersebut yang ditempatkan di depan halaman Gedung Sate.

Pada tanggal 3 Desember 1951 oleh Menteri Pekerjaan Umum pada waktu itu, Ir. Ukar Bratakusuma, ketujuh pemuda pahlawan tersebut dinyatakan dan dihormati sebagai "PEMUDA YANG BERJASA" dan tanda penghargaan itu telah pula disampaikan pada para keluarga mereka yang ditinggalkan.